Penangkapan Raffi Achmad, selebriti kondang, bersama sejumlah
terduga pengguna narkoba oleh aparat Badan Narkotika Nasional (BNN) menyisakan
berbagai pertanyaan di kalangan masyarakat.
Pertanyaan ini bila
tak terjawab dapat menggerogoti kewibawaan BNN, lembaga kepolisian
non-kementerian yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Eksistensi BNN
dijamin oleh UU No.35 tahun 2009.
Keraguan masyarakat
antara lain dipicu oleh keterangan ibunda Raffi, Amy Qanita, yang kemudian
masih diperkuat lagi oleh dokter pribadi sang terduga. Juga ikut bicara Henry
Siahaan, mantan suami Yuni Sara, wanita yang setelah bercerai dengan Henry
kemudian sempat menjadi kekasih Raffi selama kurang lebih 4 tahun.
Selain itu, masih ada
tambahan pertanyaan dari Mark Sungkar, ayah anaknya Shireen Sungkar dan
suaminya Irwansyah, yang tak terjawab. Ketua RT yang djemput sekaligus
dijadikan saksi oleh BNN, juga ikut bicara. Bahwa selama ini rumah Raffi tidak
pernah terdengar menjadi tempat pesta para selebriti. Keterangan seperti ini
seakan menepis klaim dari BNN bahwa petugasnya sudah mencium gelagat
mencurigakan. Sehingga tiga bulan terakhir rumah Raffi dalam pantauan BNN.
Ibunda Raffi, dokter
pribadi dan Henry Siahaan, secara terpisah mengaku tahu betul bahwa sang
selebriti bukan seorang perokok. "Raffi sangat alergi pada rokok. Kalau
ada yang menawarkan rokok, untuk menghomarti yang menawarkan, Raffi tetap
menerimanya. Tetapi setelah itu, Raffi hanya tempatkan rokok itu di jepitan
telinga," ujar Henry, lelaki perokok berat.
Keterangan Henry boleh
dibilang obyektif. Sebab Henry dalam konteks tertentu berada pada posisi
berseberangan dengan Raffi. Raffi merupakan lelaki yang "mengambil"
Yuni, mantan isterinya. Kendati begitu, dalam kasus penangkapan ini, Henry
tetap membela Raffi.
Kesimpulannya, mereka
semua meragukan akuntabilitas alasan penangkapan BNN terhadap Raffi bahwa di
kamar tidur Raffi ditemukan lintingan rokok yang berisi narkoba.
Ibunda Raffi
menjelaskan bahwa yang membersihkan dan merapihkan kamar pribadi anaknya, dia
sendiri. Raffi punya beberapa pembantu. Tapi tak satu pun dari mereka diizinkan
menangani kamar Raffii. Tujuannya agar bila terjadi kehilangan sesuatu di kamar
tersebut, tidak akan muncul kecurigaan terhadap para pembantunya tersebut.
Oleh sebab itu, ibunda
Raffi yang sudah menjanda beberapa tahun itu, sangat heran, kalau sampai pihak
BNN yang baru kali itu masuk ke kamar puteranya, justru bisa (langsung)
menemukan barang terlarang itu di salah satu laci meja kamar pribadi puteranya.
Dia juga menyesalkan penggeledahan tidak mengikut sertakannya.
"Lagi pula laci
mana yang dimaksud, tidak dijelaskan oleh BNN," ujarnya. Karena setiap
benda yang dianggapnya "aneh" atau baru di dalam kamar tersebut pasti
akan ditanyakannya kepada Raffi baru kemudian disingkirkan apabila memang tidak
ada manfaat.
Pada saat
penggerebekan, ibunda Raffi sedang berada di Bandung. Sehingga kamar tersebut
terkunci. Tapi menurut salah seorang pembantu yang diwawancara live oleh TVOne,
Rabu pagi 30 Januari 2013, pada malam penggerebekan itu seseorang yang tidak
dia kenal, memaksanya untuk memberikan kunci kamar Raffi.
Dia sempat bertanya
kepada Raffi yang ada di lantai bawah. Karena Raffi mengizinkan, maka pembantu
pun memberikan kunci tersebut. Pembantu tidak menyangka kalau penyerahan kunci
kepada orang yang tak dikenalnya itu, bakal menimbulkan masalah.
Ibunda Raffi sendiri
yang menjanda karena suaminya meninggal dunia, merasa terpukul dengan
penangkapan puteranya. Karena Raffi merupakan tulang punggung keluarga bagi dia
bersama anak-anak perempuan lainnya.
Sang ibu juga mengaku
menempati kamar yang bersebelahan kamar pribadi anaknya, yang dua-duanya
terletak di lantai dua. Sehingga setiap saat, tiap kali Raffi pulang, sekalipun
sudah larut malam, ibunda selalu menyempatkan diri menyapa anaknya.
Secara singkat ibunda
Raffi mengatakan kontrol terhadap puteranya yang sudah menjadi figur publik
itu, dilakukannya sepanjang jam. Ia merupakan ibu sekaligus kepala rumah
tangga. Manakala Raffi berada di luar rumah, ia selalu menghubungi Raffi atau
asistennya. Dan asisten Raffi juga tinggal bersama mereka di rumah yang sama.
Memang ada komentar
yang bisa mematahkan argumentasi ibunda Raffi. Yaitu, ibu mana sih yang tidak
akan membela anaknya yang berada dalam kesulitan seperti dialami Raffi ?
Sehingga fakta inipun patut diklarifikasi.
Namun keterangan
dokter pribadi Raffi, bahwa Raffi bukan seorang perokok dan pengkonsumsi
minuman keras, bisa menjadi rujukan. Sebab dia berbicara sebagai profesional
yang diikat oleh kode etik profesi.
Sementara Mark Sungkar
mempertanyakan pemeriksaan terhadap anak dan menantunya, serta Raffi.
Pertanyaan terkait curhat Raffi kepadanya, setelah Mark bisa bertemu Raffi atas
izin petugas BNN. Pertemuan terjadi bersama anak dan menantunya. Karena Raffi
dan menantu Mark Sungkar, memiliki usaha patungan berupa production house.
Yang dipertanyakan
soal pola pemeriksaan. Mula-mula pemeriksaan melalui urine. Setelah dinyatakan
negatif, kemudian diganti dengan tes darah. Setelah dinyatakan negatif, juga
masih dilakukan dengan rambut.
Yang menjadi
pertanyaan, sekalipun hasilnya semua negatif, tetapi para terduga, tidak
langsung dilepas. Petuga BNN menyatakan para terduga, sesuai prosedur harus
ditahan selama 6 hari.
Berbagai pertanyaan
pun mengemuka. Di antaranya, benarkah penangkapan itu sebuah operasi BNN yang
"genuine" atau bagian dari sebuah rekayasa? BNN menyebutkan, jumlah
yang ditangkap 17 orang. Hanya saja siapa indentitas seluruh 17 orang itu tidak
diungkapkan. Lantas mengapa hanya mereka yang menjadi public figure yang
diumumkan? Apa motifnya?
Pertanyaan itu mencuat
sebab dari keterangan berbagai kalangan, terdapat sejumlah kejanggalan.
Sehingga muncul pemikiran agar sepatutnya operasi BNN itu masih harus diuji akuntabilitasnya.
Atau Raffi Achmad
seorang selebriti muda yang kaya raya, sengaja dijadikan target operasi agar
sorotan publik terhadap bahaya narkoba, lebih tinggi. Kekhawatiran masyakarat
terhadap ancaman narkoba, lebih meluas.
Tetapi agar kesadaran
dan kekhawatiran itu menjadi seperti yang diharapkan, maka eksistensi BNN pun
perlu dicitrakan. Singkatnya masyarakat harus lebih berhitung, termasuk
menyegani bahkan bila perlu takut terhadap BNN.
Pentingnya BNN
dicitrakan sedemikian rupa, sebab masyarakat belum sepenuhnya paham bahwa
pos-pos penting di lembaga non-kementerian itu diisi oleh tenaga kepolisian
terlatih. BNN dipimpin oleh seorang jenderal polisi berbintang tiga, dan
dibantu oleh sejumkah deputi.
BNN juga tidak pernah
disosialisasikan sebagai lembaga pemerintah yang memiliki tugas sangat penting
dalam menyelamatkan bangsa. Tidak kalah dengan KPK ataupun devisi khusus di
Mabes Polri yaitu Densus 88.Tak banyak yang tahu, BNN merupakan
"perpanjangan sekaligus pecahan" dari Bakin (Badan Koordinasi Intelejens
Nasional).
Yang tak kalah
pentingnya yang perlu disampaikan, bukankah BNN sebaiknya membongkar siapa yang
menjadi bandar narkoba di Indonesia. Dimana pabriknya dan bagaimana
jaringannya? Jadi tidak hanya memberantas para pemakai.
Kabarnya pemakai
narkoba di Indonesia sudah mencapai 5 juta orang. Ini berarti pemberantasan
memerlukan konsep yang brilian dan melibatkan banyak kalangan. Dengan
menonjolkan penangkapan para selebriti sebagai pemakai, rasa-rasanya usaha BNN
untuk memberantas penggunaan narkoba di Indonesi tidak akan pernah tercapai.
Jangankan memberantas,
menekan agar angka pengguna itu tidak mengalami kenaikan, sudah cukup
menyulitkan. Sebab yang diperlukan sekarang bukan memenjara Raffi dkk. Tapi
ibarat pohon, akarnya yang harus dicabut. Tidak cukup hanya dengan memangkas
daun sebuah pohon yang berbahaya.
Sebagai kelanjutan
dari Bakin dan biaya operasionalnya pun menggunakan dana APBN, tidak ada alasan
bagi BNN untuk tak dapat menemukan siapa gembong pengedar narkoba di Indonesia.
Kalau negara seperti
Kolombia di Amerika Latin atas bantuan Drug Enfercement Agency (DEA) Amerika
Serikat bisa menangkap gembongnya Pablo Escobar sekaligus mematikannya di
provinsi Medelin, maka seharusnya BNN juga dapat mengerjakan hal serupa.
Jangan sampai terjadi,
kecurigaan terhadap keseriusan BNN atau lembaga kepolisian dalam menumpas
narkoba, diamini oleh semua komponen masyarakat. Sesuatu yang tidak sehat dan
sangat naif sekali.