"...........INFO KEJADIAN DI WILAYAH ANDA..........HUBUNGI KAMI DI 110 DARI HP ANDA.........."ds

Kamis, 31 Januari 2013

Kasus Raffi Ahmad, Akuntabilitas BNN Diuji


Penangkapan Raffi Achmad, selebriti kondang, bersama sejumlah terduga pengguna narkoba oleh aparat Badan Narkotika Nasional (BNN) menyisakan berbagai pertanyaan di kalangan masyarakat.
Pertanyaan ini bila tak terjawab dapat menggerogoti kewibawaan BNN, lembaga kepolisian non-kementerian yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Eksistensi BNN dijamin oleh UU No.35 tahun 2009.
Keraguan masyarakat antara lain dipicu oleh keterangan ibunda Raffi, Amy Qanita, yang kemudian masih diperkuat lagi oleh dokter pribadi sang terduga. Juga ikut bicara Henry Siahaan, mantan suami Yuni Sara, wanita yang setelah bercerai dengan Henry kemudian sempat menjadi kekasih Raffi selama kurang lebih 4 tahun.
Selain itu, masih ada tambahan pertanyaan dari Mark Sungkar, ayah anaknya Shireen Sungkar dan suaminya Irwansyah, yang tak terjawab. Ketua RT yang djemput sekaligus dijadikan saksi oleh BNN, juga ikut bicara. Bahwa selama ini rumah Raffi tidak pernah terdengar menjadi tempat pesta para selebriti. Keterangan seperti ini seakan menepis klaim dari BNN bahwa petugasnya sudah mencium gelagat mencurigakan. Sehingga tiga bulan terakhir rumah Raffi dalam pantauan BNN.
Ibunda Raffi, dokter pribadi dan Henry Siahaan, secara terpisah mengaku tahu betul bahwa sang selebriti bukan seorang perokok. "Raffi sangat alergi pada rokok. Kalau ada yang menawarkan rokok, untuk menghomarti yang menawarkan, Raffi tetap menerimanya. Tetapi setelah itu, Raffi hanya tempatkan rokok itu di jepitan telinga," ujar Henry, lelaki perokok berat.
Keterangan Henry boleh dibilang obyektif. Sebab Henry dalam konteks tertentu berada pada posisi berseberangan dengan Raffi. Raffi merupakan lelaki yang "mengambil" Yuni, mantan isterinya. Kendati begitu, dalam kasus penangkapan ini, Henry tetap membela Raffi.
Kesimpulannya, mereka semua meragukan akuntabilitas alasan penangkapan BNN terhadap Raffi bahwa di kamar tidur Raffi ditemukan lintingan rokok yang berisi narkoba.
Ibunda Raffi menjelaskan bahwa yang membersihkan dan merapihkan kamar pribadi anaknya, dia sendiri. Raffi punya beberapa pembantu. Tapi tak satu pun dari mereka diizinkan menangani kamar Raffii. Tujuannya agar bila terjadi kehilangan sesuatu di kamar tersebut, tidak akan muncul kecurigaan terhadap para pembantunya tersebut.
Oleh sebab itu, ibunda Raffi yang sudah menjanda beberapa tahun itu, sangat heran, kalau sampai pihak BNN yang baru kali itu masuk ke kamar puteranya, justru bisa (langsung) menemukan barang terlarang itu di salah satu laci meja kamar pribadi puteranya. Dia juga menyesalkan penggeledahan tidak mengikut sertakannya.
"Lagi pula laci mana yang dimaksud, tidak dijelaskan oleh BNN," ujarnya. Karena setiap benda yang dianggapnya "aneh" atau baru di dalam kamar tersebut pasti akan ditanyakannya kepada Raffi baru kemudian disingkirkan apabila memang tidak ada manfaat.
Pada saat penggerebekan, ibunda Raffi sedang berada di Bandung. Sehingga kamar tersebut terkunci. Tapi menurut salah seorang pembantu yang diwawancara live oleh TVOne, Rabu pagi 30 Januari 2013, pada malam penggerebekan itu seseorang yang tidak dia kenal, memaksanya untuk memberikan kunci kamar Raffi.
Dia sempat bertanya kepada Raffi yang ada di lantai bawah. Karena Raffi mengizinkan, maka pembantu pun memberikan kunci tersebut. Pembantu tidak menyangka kalau penyerahan kunci kepada orang yang tak dikenalnya itu, bakal menimbulkan masalah.
Ibunda Raffi sendiri yang menjanda karena suaminya meninggal dunia, merasa terpukul dengan penangkapan puteranya. Karena Raffi merupakan tulang punggung keluarga bagi dia bersama anak-anak perempuan lainnya.
Sang ibu juga mengaku menempati kamar yang bersebelahan kamar pribadi anaknya, yang dua-duanya terletak di lantai dua. Sehingga setiap saat, tiap kali Raffi pulang, sekalipun sudah larut malam, ibunda selalu menyempatkan diri menyapa anaknya.
Secara singkat ibunda Raffi mengatakan kontrol terhadap puteranya yang sudah menjadi figur publik itu, dilakukannya sepanjang jam. Ia merupakan ibu sekaligus kepala rumah tangga. Manakala Raffi berada di luar rumah, ia selalu menghubungi Raffi atau asistennya. Dan asisten Raffi juga tinggal bersama mereka di rumah yang sama.
Memang ada komentar yang bisa mematahkan argumentasi ibunda Raffi. Yaitu, ibu mana sih yang tidak akan membela anaknya yang berada dalam kesulitan seperti dialami Raffi ? Sehingga fakta inipun patut diklarifikasi.
Namun keterangan dokter pribadi Raffi, bahwa Raffi bukan seorang perokok dan pengkonsumsi minuman keras, bisa menjadi rujukan. Sebab dia berbicara sebagai profesional yang diikat oleh kode etik profesi.
Sementara Mark Sungkar mempertanyakan pemeriksaan terhadap anak dan menantunya, serta Raffi. Pertanyaan terkait curhat Raffi kepadanya, setelah Mark bisa bertemu Raffi atas izin petugas BNN. Pertemuan terjadi bersama anak dan menantunya. Karena Raffi dan menantu Mark Sungkar, memiliki usaha patungan berupa production house.
Yang dipertanyakan soal pola pemeriksaan. Mula-mula pemeriksaan melalui urine. Setelah dinyatakan negatif, kemudian diganti dengan tes darah. Setelah dinyatakan negatif, juga masih dilakukan dengan rambut.
Yang menjadi pertanyaan, sekalipun hasilnya semua negatif, tetapi para terduga, tidak langsung dilepas. Petuga BNN menyatakan para terduga, sesuai prosedur harus ditahan selama 6 hari.
Berbagai pertanyaan pun mengemuka. Di antaranya, benarkah penangkapan itu sebuah operasi BNN yang "genuine" atau bagian dari sebuah rekayasa? BNN menyebutkan, jumlah yang ditangkap 17 orang. Hanya saja siapa indentitas seluruh 17 orang itu tidak diungkapkan. Lantas mengapa hanya mereka yang menjadi public figure yang diumumkan? Apa motifnya?
Pertanyaan itu mencuat sebab dari keterangan berbagai kalangan, terdapat sejumlah kejanggalan. Sehingga muncul pemikiran agar sepatutnya operasi BNN itu masih harus diuji akuntabilitasnya.
Atau Raffi Achmad seorang selebriti muda yang kaya raya, sengaja dijadikan target operasi agar sorotan publik terhadap bahaya narkoba, lebih tinggi. Kekhawatiran masyakarat terhadap ancaman narkoba, lebih meluas.
Tetapi agar kesadaran dan kekhawatiran itu menjadi seperti yang diharapkan, maka eksistensi BNN pun perlu dicitrakan. Singkatnya masyarakat harus lebih berhitung, termasuk menyegani bahkan bila perlu takut terhadap BNN.
Pentingnya BNN dicitrakan sedemikian rupa, sebab masyarakat belum sepenuhnya paham bahwa pos-pos penting di lembaga non-kementerian itu diisi oleh tenaga kepolisian terlatih. BNN dipimpin oleh seorang jenderal polisi berbintang tiga, dan dibantu oleh sejumkah deputi.
BNN juga tidak pernah disosialisasikan sebagai lembaga pemerintah yang memiliki tugas sangat penting dalam menyelamatkan bangsa. Tidak kalah dengan KPK ataupun devisi khusus di Mabes Polri yaitu Densus 88.Tak banyak yang tahu, BNN merupakan "perpanjangan sekaligus pecahan" dari Bakin (Badan Koordinasi Intelejens Nasional).
Yang tak kalah pentingnya yang perlu disampaikan, bukankah BNN sebaiknya membongkar siapa yang menjadi bandar narkoba di Indonesia. Dimana pabriknya dan bagaimana jaringannya? Jadi tidak hanya memberantas para pemakai.
Kabarnya pemakai narkoba di Indonesia sudah mencapai 5 juta orang. Ini berarti pemberantasan memerlukan konsep yang brilian dan melibatkan banyak kalangan. Dengan menonjolkan penangkapan para selebriti sebagai pemakai, rasa-rasanya usaha BNN untuk memberantas penggunaan narkoba di Indonesi tidak akan pernah tercapai.
Jangankan memberantas, menekan agar angka pengguna itu tidak mengalami kenaikan, sudah cukup menyulitkan. Sebab yang diperlukan sekarang bukan memenjara Raffi dkk. Tapi ibarat pohon, akarnya yang harus dicabut. Tidak cukup hanya dengan memangkas daun sebuah pohon yang berbahaya.
Sebagai kelanjutan dari Bakin dan biaya operasionalnya pun menggunakan dana APBN, tidak ada alasan bagi BNN untuk tak dapat menemukan siapa gembong pengedar narkoba di Indonesia.
Kalau negara seperti Kolombia di Amerika Latin atas bantuan Drug Enfercement Agency (DEA) Amerika Serikat bisa menangkap gembongnya Pablo Escobar sekaligus mematikannya di provinsi Medelin, maka seharusnya BNN juga dapat mengerjakan hal serupa.
Jangan sampai terjadi, kecurigaan terhadap keseriusan BNN atau lembaga kepolisian dalam menumpas narkoba, diamini oleh semua komponen masyarakat. Sesuatu yang tidak sehat dan sangat naif sekali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar