Studi banding 45 anggota DPRD Kota Tasikmalaya, sejak Selasa (18/12)
hingga hari ini Kamis (20/12) ke dua Kota di Jawa Timur, yakni Pasuruan
dan Surabaya, menuai kritik berbagai kalangan. Salah satunya
disampaikan dosen STISIP Tasikmalaya, Erlan Suwarlan.
Menurut Erlan, studi banding menjadi modus pemborosan anggaran yang nampak legal dengan kemasan untuk bertukar ilmu dan belajar ‘best practice’ dari pengalaman daerah lain. Padahal, bertukar ilmu dan pengalaman dari daerah lain bisa dilakukan dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi.
“Itu kan bisa dilakukan dengan saling memberi informasi lewat internet dan sebagainya. Sehingga tidak perlu ‘abring-abringan’ ke luar kota,” tandas Erlan, Rabu (19/12).
Penggunaan teknologi, lanjut mahasiswa Pascasarjana Ilmu Pemerintahan Unpad ini, dapat dilakukan dengan membuat ‘blog’ pribadi anggota Dewan. Sehingga, dana studi banding bisa dipergunakan untuk kebutuhan masyarakat.
“Coba kaji kembali Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik. Filosofis pembuatan Undang-undang tersebut agar efektifitas dan efisiensi studi banding tidak mengundang antipati masyarakat yang akan menurunkan kepercayaan terhadap anggota Dewan,” tegasnya.
Tak hanya Erlan, Ketua DPC Partai Gerindra Kota Tasikmalaya, Nandang Suryana pun mengaku prihatin dengan tingkah laku para anggota DPRD Kota Tasikmalaya ini. Menurutnya, perilaku ‘abring-abringan’ studi banding sangat tidak efisien dan terkesan tidak bisa menahan syahwat jalan-jalan.
“Dari sisi anggaran pun sudah jelas penghamburan. Dan, sangat mengganggu pelayanan,” terangnya.
Kebiasaan para anggota Dewan seperti itu, diharapkan Nandang, menjadi catatan masyarakat dalam Pemilihan Legislatif 2014 mendatang. Pasalnya, kebiasaan tersebut sangat tidak populis di hati masyarakat.
“Mendatangkan tim ahli dari daerah yang jadi tujuan studi banding kan bisa? Kunaon kudu ngabring siga nu pariknik wae,” ujarnya.
Nandang pun sangat menyayangkan seluruh anggota Dewan itu karena kalau semuanya berangkat, siapa yang akan mengawal kinerja Pemerintah?
“Jangan-jangan karena lebih sibuk melihat celah untuk jalan-jalan, pengawalan program untuk kepentingan masyarakat seperti peluang bantuan mendong dan sarana infrastruktur pertanian lolos dari perhatian,” tuturnya.
Untuk mengetahui apa yang dikerjakan dari studi banding tersebut, “KP” menghubungi Sekretaris DPRD Kota Tasikmalaya, Ronny Mulyawan. Namun hingga beberapa kali menelefon, Rony tidak mengangkatnya. Termasuk ke Bagian Humas, Dedi juga tidak mengangkatnya.
Tetapi ketika mengghubungi anggota Komisi 4, Pepen Ruspendi, ia menyatakan bahwa studi banding kali ini karena setiap Komisi membuat Pansus masing-masing. Menurutnya, Komisi 1 dan 3, studi Perda Bangunan Gedung ke Surabaya, sementara Komisi 2 dan 4, studi Fasum Fasos ke Pasuruan.
Menurut Erlan, studi banding menjadi modus pemborosan anggaran yang nampak legal dengan kemasan untuk bertukar ilmu dan belajar ‘best practice’ dari pengalaman daerah lain. Padahal, bertukar ilmu dan pengalaman dari daerah lain bisa dilakukan dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi.
“Itu kan bisa dilakukan dengan saling memberi informasi lewat internet dan sebagainya. Sehingga tidak perlu ‘abring-abringan’ ke luar kota,” tandas Erlan, Rabu (19/12).
Penggunaan teknologi, lanjut mahasiswa Pascasarjana Ilmu Pemerintahan Unpad ini, dapat dilakukan dengan membuat ‘blog’ pribadi anggota Dewan. Sehingga, dana studi banding bisa dipergunakan untuk kebutuhan masyarakat.
“Coba kaji kembali Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik. Filosofis pembuatan Undang-undang tersebut agar efektifitas dan efisiensi studi banding tidak mengundang antipati masyarakat yang akan menurunkan kepercayaan terhadap anggota Dewan,” tegasnya.
Tak hanya Erlan, Ketua DPC Partai Gerindra Kota Tasikmalaya, Nandang Suryana pun mengaku prihatin dengan tingkah laku para anggota DPRD Kota Tasikmalaya ini. Menurutnya, perilaku ‘abring-abringan’ studi banding sangat tidak efisien dan terkesan tidak bisa menahan syahwat jalan-jalan.
“Dari sisi anggaran pun sudah jelas penghamburan. Dan, sangat mengganggu pelayanan,” terangnya.
Kebiasaan para anggota Dewan seperti itu, diharapkan Nandang, menjadi catatan masyarakat dalam Pemilihan Legislatif 2014 mendatang. Pasalnya, kebiasaan tersebut sangat tidak populis di hati masyarakat.
“Mendatangkan tim ahli dari daerah yang jadi tujuan studi banding kan bisa? Kunaon kudu ngabring siga nu pariknik wae,” ujarnya.
Nandang pun sangat menyayangkan seluruh anggota Dewan itu karena kalau semuanya berangkat, siapa yang akan mengawal kinerja Pemerintah?
“Jangan-jangan karena lebih sibuk melihat celah untuk jalan-jalan, pengawalan program untuk kepentingan masyarakat seperti peluang bantuan mendong dan sarana infrastruktur pertanian lolos dari perhatian,” tuturnya.
Untuk mengetahui apa yang dikerjakan dari studi banding tersebut, “KP” menghubungi Sekretaris DPRD Kota Tasikmalaya, Ronny Mulyawan. Namun hingga beberapa kali menelefon, Rony tidak mengangkatnya. Termasuk ke Bagian Humas, Dedi juga tidak mengangkatnya.
Tetapi ketika mengghubungi anggota Komisi 4, Pepen Ruspendi, ia menyatakan bahwa studi banding kali ini karena setiap Komisi membuat Pansus masing-masing. Menurutnya, Komisi 1 dan 3, studi Perda Bangunan Gedung ke Surabaya, sementara Komisi 2 dan 4, studi Fasum Fasos ke Pasuruan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar